Etika dan Filsafat Komunikasi
“ IKLAN YANG
MELANGGAR ETIKA PERIKLANAN”

Oleh:
Adinda
Sekar Amanda 120531100004
Azizurrohim
Al Malizy 120531100020
Firman
Nurdiansyah 120531100036
Irma
Kumala Sari 120531100029
Koko
Dharmanto 120531100005
Nova
Andriyanto 120531100024
Susanti 120531100028
Rofiqoh
Arrohman R 120531100006
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
PRODI ILMU KOMUNIKASI
2013-2014
Latar belakang
Di era globalisasi yang juga diikuti oleh laju perkembangan dunia perindustrian yang semakin
cepat, dengan produk-produk yang beragam mulai dari tekstil, softdrink,
fastfood dll membuat banyak pula menyerap tenaga-tenaga kerja. Hal yang
membantu menggerakkan perekonomian dalam skala besar. Perusahaan-perusahaan
swasta ini pun sangat membutuhkan strategi yang baik dalam bidang periklanan
untuk memasarkan produk-produknya pada calon konsumen, periklanan dalam bentuk
cetak, audio, hingga audio visual pun menjadi pilihan yang banyak dipilih oleh
perusahaan-perusahaan tersebut.
Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi mulai
dari televisi, handphone, maupun internet membuat semakin luasnya jangkauan pesan
yang disampaikan. Perkembangan ini sangat membantu dalam publikasi informasi
kepada khalayak. Hal ini pun tidak luput dari perhatian perusahaan-perusahaan
swasta sebagai media pilihan untuk mempublikasikan iklan atas produknya.
Banyaknya perusahaan-perusahaan yang membuat iklan
atas produk mereka ini pun berakibat pada menjamurnya perusahaan jasa pembuatan
iklan, dengan banyaknya iklan-iklan memaksa perusahaan periklanan untuk membuat
iklan dengan sekreatif dan seefektif mungkin untuk memikat calon konsumen.
Ketatnya persaingan di dunia periklanan ini membuat berkerja keras untuk
menghasilkan iklan yang dianggap berkualitas serta menyita perhatian khalayak
lebih banyak dibanding dengan iklan yang lain.
Tingginya tingkat persaingan di dunia periklanan ini
tak jarang melanggar kode etik yang telah ditentukan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI), kode etik yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan iklan
ideal untuk ditayangkan di Indonesia dengan sengaja banyak dilanggar atau
bahkan dilupakan. Kode etik yang merupakan cerminan dari budaya bangsa sedikit
demi sedikit mulai dianggap hanya sebuah formalitas. Maraknya pelanggaran oleh
perusahaan-perusahaan periklanan ini seolah mulai melemahkan kontrol dari pihak
KPI selaku pihak yang menertibkan atau memfilter iklan-iklan yang akan
ditayangkan. Lemahnya kontrol dari KPI telah banyak mengakibatkan iklan-iklan
yang mengandung unsur pornografi, diskriminasi, maupun penipuan terselubung.
Perlunya tindakan tegas berupa sanksi dari pihak-pihak yang berwenang terhadap
pelanggar kode etik sangat diharapkan guna penertiban iklan-iklan yang
melanggar. Berikut merupakan pembahasan tentang analisis iklan-iklan yang
dianggap melanggar kode etik periklanan.
A. Pengertian
Periklanan
Iklan merupakan program yang menunjang pemasaran
suatu produk untuk mengenalkan pada khalayak dengan bersosialisasi melalui
media. Dimana dalam pemasaran iklan tersebut harus sesuai dengan kode etik
periklanan. meski begitu Iklan
yang di buat walaupun lahir dari proses kreatif dan cara berpikir di luar
kelaziman (out of the box) harus tetap mengikuti aturan yang ada. Ketentuan
yang mengatur iklan adalah Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI yang merupakan
Ketentuan-ketentuan normatif menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah
disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan
lembaga pengembannya.
B. Iklan yang
Melanggar Etika Periklanan dan Aspek yang Melanggar dalam Iklan
1.
Iklan Deodorant Axe “Wanginya bikin Bidadari Lupa diri”
Iklan yang berdurasi 1 Menit 46 Detik dengan
menampilkan seorang pria yang menggunakan Deodorant AXE ketika hendak tidur.
Kemudian saat ia memakai selimutnya seorang bidadari mendatanginya dan menarik
selimutnya. Ia merangkak ke tempat tidur
menghampiri pria tersebut, dengan menghirup
wangi aroma deodorant tersebut di atas dada pria itu. Tak berapa lama
kemudian datang bidadari lain yang menyodorkan pahanya dengan gaya seksi dan
pria itu tidur di pangkuan sang bidadari.
Seorang bidadari lain datang lagi dengan membawa minuman kedalam kaleng yang
kumudian di kocok dan di tuangkan ke dalam gelas dan di berikan kepada pria
tersebut dengan gaya menggoda.
Tiga Bidadari bersama pria tersebut bermain bantal
hingga isi bantal tersebut berhamburan di atas tempat tidurnya, tak berapa lama
muncullah seorang bidadari dari dalam kamar mandi dengan busa sabun di
tangannya. Iklan ini diperankan oleh jajaran artis ternama indonesia yaitu Luna Maya, Uli Fia Dewi Auliani, Chantal
Della Concetta dan juga Marissa Nasution dengan berpakaian mini dan seksi
sehingga terlihat belahan dadanya.
jika dikaitkan
dengan kode etik periklanan, iklan Deodorant AXE tersebut banyak menyimpang
dalam berbagai aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya
·
Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak
boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk
tujuan atau alasan apa pun.
·
Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang
ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat
mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan
kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan
yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak
dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas,
dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua”
atau simbol yang bermakna sama.
Seperti yang
telah kita ketahui dalam tata krama isi iklan tersebut terdapat banyak
penyimpangan yang mengandung unsur pornografi dan porno aksi yang di mainkan
oleh pemeran bidadari. Dengan mengenakan pakaian minim, mengeksploitasi tubuh
wanita sebagai objek pemasaran dalam menampilkan tayangan iklan diberbagai
media. Tayangan tersebut juga akan berpengaruh negatif pada anak-anak ketika
menonton adegan yang berdurasi kurang dari 2 menit tersebut. Bisa saja tayangan
tersebut di artikan berbeda oleh anak-anak yang menontonnya.
Bukan hanya
tayang di indonesia. Di Afrika, iklan tersebut dilarang beredar dikarenakan pesona
sang pria di anggap melecehkan umat Nasrani. Dimana umat nasrani percaya pada
bidadari sebagai pembawa pesan tuhan, namun setelah melihat pria dengan memakai
Deodorant tersebut, bidadari melepas halo dan melemparkannya ke tanah.
2. Bintang
Toedjoe masuk angin
Iklan obat
herbal untuk sakit masuk angin yang berdurasi 14 detik
ini dianggap melanggar kode etik periklanan. Pasalnya dalam iklan yang dulu
bernama Antangin JRG dengan jargon ‘wes,
ewes-ewes bablas angine’ berisi tentang seorang entertainment pegoyang
dangdut caesar yang mengatakan “orang bejo, minum Bintang Toedjoe, orang bejo lebih untung dari orang pintar” sambil memperlihatkan
produk obat herbal Bintang Toedjoe masuk angin, hal ini merupakan kalimat yang
jelas-jelas melanggar kode etik periklanan dalam bab ETIKA SECARA UMUM, pada poin ke lima yang
berbunyi “Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling
menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.” Iklan ini dianggap menjatuhkan
produk Tolak Angin dengan jargon “Orang pintar, minum Tolak Angin”.
Bintang Toedjoe masuk angin dianggap melanggar
kode etik etika bisnis dengan kalimat yang menyerang pada iklan Tolak Angin,
kalimat yang berbunyi “orang
bejo, minum antangin, orang bejo lebih untung
dari orang pintar” karena sedikit banyak dapat merusak iklan produk bersangkutan.
3. Xl Bebas
Kali ini PT. EXCELCOMINDO PRATAMA TBK kembali
menyuguhkan sebuah iklan yang mampu memunculkan gelak tawa pemirsa. Bagaimana
tidak memunculkan gelak tawa kalau Product XL Bebas ini memunculkan Kera
sebagai salah satu figur dalam iklan tersebut. Iklan yang berdurasi 46 secs ini
diperankan oleh dua orang lelaki yang sedang berjalan di pinggir jalan. Awalnya
lelaki yang membawa tas menunjukkan pada si lelaki gendut bahwa terdapat
beberapa iklan dengan tarif telepon murah. Namun si lelaki gendut segera
memotong pembicaraan lelaki yang membawa tas tersebut, ia mengatakan bahwa
banyak yang murah namun hanya sesama operator dan ia juga menambahkan bahwa
kalau ada kartu yang tarifnya murah sampai ke semua operator maka lelaki gendut
tersebut akan kawin sama monyet.
Belum lama setelah lelaki gendut tersebut
mengutarakan sumpahnya, dua lelaki tersebut dikejutkan oleh iklan kartu perdana
XL yang menyebutkan bahwa bertarif murah tidak hanya sesama operator, namun
tarif murahnya sampai ke semua operator se-indonesia. Kartu XL Bebas ini
menyuguhkan fitur Nelpon kapan saja se-Indonesia tetap termurah. Dalam iklan
ini juga mensugesti pemirsa untuk beralih ke kartu XL. Di akhir iklan, si
lelaki gendut menyanding kera dengan mengenakan pakaian pengantin.
Berdasarkan kajian dalam Undang-Undang periklanan,
Iklan XL Bebas ini termasuk dalam iklan yang melanggar. Salah satu pelanggaran
dalam iklan tersebut adalah terdapat kata-kata termurah, dimana imbuhan ter merupakan superlative word yang seharusnya tidak boleh ada
pada sebuah iklan seperti yang telah tercantum pada Etika Pariwara Indonesia
Nomor 2 mengenai Bahasa butir (b) yaitu Tidak boleh menggunakan kata-kata
superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan
“ter“.
C.
Berikut lampiran
Tata Krama Isi Iklan
Tata Krama Isi Iklan
1.
Hak Cipta: Penggunaan materi
yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang
merek yang sah.
2.
Bahasa: (a) Iklan
harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan
tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran
selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak
boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”,
atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli”
untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan
tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata
”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah
memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang
berwenang.
3.
Tanda Asteris (*): (a) Tanda
asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan
atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari
produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b)
Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber
dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4.
Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan
tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa
secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya
dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5.
Pemakaian Kata “Gratis”: Kata
“gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan,
bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan
kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6.
Pencantum Harga: Jika harga
sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas,
sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7.
Garansi: Jika suatu iklan
mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar
jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8.
Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara
jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin,
dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib
mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9.
Rasa Takut dan Takhayul: Iklan
tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan
kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10.
Kekerasan: Iklan tidak boleh –
langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang
atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11.
Keselamatan: Iklan tidak boleh
menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia
tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12.
Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan
tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang
bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut
tidak merugikan yang bersangkutan.
13.
Hiperbolisasi: Boleh dilakukan
sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang
secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak
menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14.
Waktu Tenggang (elapse time): Iklan
yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka
waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15.
Penampilan Pangan: Iklan tidak
boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas
lain terhadap makanan atau minuman.
16.
Penampilan Uang: (a) Penampilan
dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma
kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang
berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga
merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan
pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala
1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus
disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17.
Kesaksian Konsumen (testimony): (a)
Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus
merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas
dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus
dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi
pada hari dan jam kantor biasa.
18.
Anjuran (endorsement): (a)
Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi
yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh
individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau
masyarakat luas.
19.
Perbandingan: (a) Perbandingan langsung
dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan
kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data
riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara
jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau
verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak
langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20.
Perbandingan Harga: Hanya dapat
dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus
diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21.
Merendahkan: Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22.
Peniruan: (a) Iklan tidak
boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat
merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak.
Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting,
komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model,
kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan
gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain,
dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah
lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan
hingga kurun dua tahun terakhir.
23.
Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan
tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan
khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24.
Ketiadaan Produk: Iklan hanya
boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang
diiklankan tersebut.
25.
Ketaktersediaan Hadiah: Iklan
tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang
bermakna sama.
26.
Pornografi dan Pornoaksi: Iklan
tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan
untuk tujuan atau alasan apa pun.
27.
Khalayak Anak-anak: (a) Iklan
yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang
dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan
kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan
yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak
dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas,
dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua”
atau simbol yang bermakna sama.
Kesimpulan
Banyak
diantara para konsumen yang belum menyadari akan pengaruh negatif yang di
tayangkan oleh para pengiklan lewat media yang sering mereka jumpai. Pengaruh
negatif bahkan pelanggaran dalam kode
etik periklanan sangat banyak ditemukan dalam tayangan iklan di berbagai media.
Masih banyak iklan lain yang melanggar kode etik periklanan yang salah satunya
telah kami jelaskan pada lembar sebelumnya. Perlunya kode etik periklanan bukan
hanya untuk formalitas asal punya, melainkan untuk pertimbangan baik tidaknya
iklan yang akan di sosialisasikan kepada masyarakat luas berkaitan dengan
produk yang dipasarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar