Sabtu, 25 Oktober 2014

Etika dan Filsafat Komunikasi “ IKLAN YANG MELANGGAR ETIKA PERIKLANAN”


Etika dan Filsafat Komunikasi
 “ IKLAN YANG MELANGGAR ETIKA PERIKLANAN



                                  
Oleh:

                                   Adinda Sekar Amanda 120531100004
                                   Azizurrohim Al Malizy        120531100020
                                   Firman Nurdiansyah    120531100036
                                   Irma Kumala Sari         120531100029
                                   Koko Dharmanto          120531100005
                                   Nova Andriyanto          120531100024
                                   Susanti                          120531100028
                                   Rofiqoh Arrohman R   120531100006


UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
PRODI ILMU KOMUNIKASI
2013-2014

Latar belakang


Di era globalisasi yang juga diikuti oleh laju  perkembangan dunia perindustrian yang semakin cepat, dengan produk-produk yang beragam mulai dari tekstil, softdrink, fastfood dll membuat banyak pula menyerap tenaga-tenaga kerja. Hal yang membantu menggerakkan perekonomian dalam skala besar. Perusahaan-perusahaan swasta ini pun sangat membutuhkan strategi yang baik dalam bidang periklanan untuk memasarkan produk-produknya pada calon konsumen, periklanan dalam bentuk cetak, audio, hingga audio visual pun menjadi pilihan yang banyak dipilih oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi mulai dari televisi, handphone, maupun internet membuat semakin luasnya jangkauan pesan yang disampaikan. Perkembangan ini sangat membantu dalam publikasi informasi kepada khalayak. Hal ini pun tidak luput dari perhatian perusahaan-perusahaan swasta sebagai media pilihan untuk mempublikasikan iklan atas produknya.
Banyaknya perusahaan-perusahaan yang membuat iklan atas produk mereka ini pun berakibat pada menjamurnya perusahaan jasa pembuatan iklan, dengan banyaknya iklan-iklan memaksa perusahaan periklanan untuk membuat iklan dengan sekreatif dan seefektif mungkin untuk memikat calon konsumen. Ketatnya persaingan di dunia periklanan ini membuat berkerja keras untuk menghasilkan iklan yang dianggap berkualitas serta menyita perhatian khalayak lebih banyak dibanding dengan iklan yang lain.
Tingginya tingkat persaingan di dunia periklanan ini tak jarang melanggar kode etik yang telah ditentukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), kode etik yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan iklan ideal untuk ditayangkan di Indonesia dengan sengaja banyak dilanggar atau bahkan dilupakan. Kode etik yang merupakan cerminan dari budaya bangsa sedikit demi sedikit mulai dianggap hanya sebuah formalitas. Maraknya pelanggaran oleh perusahaan-perusahaan periklanan ini seolah mulai melemahkan kontrol dari pihak KPI selaku pihak yang menertibkan atau memfilter iklan-iklan yang akan ditayangkan. Lemahnya kontrol dari KPI telah banyak mengakibatkan iklan-iklan yang mengandung unsur pornografi, diskriminasi, maupun penipuan terselubung. Perlunya tindakan tegas berupa sanksi dari pihak-pihak yang berwenang terhadap pelanggar kode etik sangat diharapkan guna penertiban iklan-iklan yang melanggar. Berikut merupakan pembahasan tentang analisis iklan-iklan yang dianggap melanggar kode etik periklanan.




A.    Pengertian Periklanan
Iklan merupakan program yang menunjang pemasaran suatu produk untuk mengenalkan pada khalayak dengan bersosialisasi melalui media. Dimana dalam pemasaran iklan tersebut harus sesuai dengan kode etik periklanan. meski begitu Iklan yang di buat walaupun lahir dari proses kreatif dan cara berpikir di luar kelaziman (out of the box) harus tetap mengikuti aturan yang ada. Ketentuan yang mengatur iklan adalah Etika Pariwara Indonesia (EPI). EPI yang merupakan Ketentuan-ketentuan normatif menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya.
B.    Iklan yang Melanggar Etika Periklanan dan Aspek yang Melanggar dalam Iklan
1. Iklan Deodorant Axe “Wanginya bikin Bidadari Lupa diri”
Iklan yang berdurasi 1 Menit 46 Detik dengan menampilkan seorang pria yang menggunakan Deodorant AXE ketika hendak tidur. Kemudian saat ia memakai selimutnya seorang bidadari mendatanginya dan menarik selimutnya. Ia  merangkak ke tempat tidur menghampiri pria tersebut, dengan menghirup  wangi aroma deodorant tersebut di atas dada pria itu. Tak berapa lama kemudian datang bidadari lain yang menyodorkan pahanya dengan gaya seksi dan pria itu tidur di pangkuan sang  bidadari. Seorang bidadari lain datang lagi dengan membawa minuman kedalam kaleng yang kumudian di kocok dan di tuangkan ke dalam gelas dan di berikan kepada pria tersebut dengan gaya menggoda.
Tiga Bidadari bersama pria tersebut bermain bantal hingga isi bantal tersebut berhamburan di atas tempat tidurnya, tak berapa lama muncullah seorang bidadari dari dalam kamar mandi dengan busa sabun di tangannya. Iklan ini diperankan oleh jajaran artis ternama indonesia  yaitu Luna Maya, Uli Fia Dewi Auliani, Chantal Della Concetta dan juga Marissa Nasution dengan berpakaian mini dan seksi sehingga terlihat belahan dadanya.
jika dikaitkan dengan kode etik periklanan, iklan Deodorant AXE tersebut banyak menyimpang dalam berbagai aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya
·                     Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
·                     Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Seperti yang telah kita ketahui dalam tata krama isi iklan tersebut terdapat banyak penyimpangan yang mengandung unsur pornografi dan porno aksi yang di mainkan oleh pemeran bidadari. Dengan mengenakan pakaian minim, mengeksploitasi tubuh wanita sebagai objek pemasaran dalam menampilkan tayangan iklan diberbagai media. Tayangan tersebut juga akan berpengaruh negatif pada anak-anak ketika menonton adegan yang berdurasi kurang dari 2 menit tersebut. Bisa saja tayangan tersebut di artikan berbeda oleh anak-anak yang menontonnya.
Bukan hanya tayang di indonesia. Di Afrika, iklan tersebut dilarang beredar dikarenakan pesona sang pria di anggap melecehkan umat Nasrani. Dimana umat nasrani percaya pada bidadari sebagai pembawa pesan tuhan, namun setelah melihat pria dengan memakai Deodorant tersebut, bidadari melepas halo dan melemparkannya ke tanah.

2. Bintang Toedjoe masuk angin
Iklan obat herbal untuk sakit masuk angin yang berdurasi 14 detik ini dianggap melanggar kode etik periklanan. Pasalnya dalam iklan yang dulu bernama Antangin JRG dengan jargon ‘wes, ewes-ewes bablas angine’ berisi tentang seorang entertainment pegoyang dangdut caesar yang mengatakan “orang bejo, minum Bintang Toedjoe, orang bejo lebih untung dari orang pintar” sambil memperlihatkan produk obat herbal Bintang Toedjoe masuk angin, hal ini merupakan kalimat yang jelas-jelas melanggar kode etik periklanan dalam bab ETIKA SECARA UMUM, pada poin ke lima yang berbunyi “Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.” Iklan ini dianggap menjatuhkan produk Tolak Angin dengan jargon “Orang pintar, minum Tolak Angin”.
Bintang Toedjoe masuk angin dianggap melanggar kode etik etika bisnis dengan kalimat yang menyerang pada iklan Tolak Angin, kalimat yang berbunyi “orang bejo, minum antangin, orang bejo lebih untung dari orang pintar” karena sedikit banyak dapat merusak iklan produk bersangkutan.

3. Xl Bebas
Kali ini PT. EXCELCOMINDO PRATAMA TBK kembali menyuguhkan sebuah iklan yang mampu memunculkan gelak tawa pemirsa. Bagaimana tidak memunculkan gelak tawa kalau Product XL Bebas ini memunculkan Kera sebagai salah satu figur dalam iklan tersebut. Iklan yang berdurasi 46 secs ini diperankan oleh dua orang lelaki yang sedang berjalan di pinggir jalan. Awalnya lelaki yang membawa tas menunjukkan pada si lelaki gendut bahwa terdapat beberapa iklan dengan tarif telepon murah. Namun si lelaki gendut segera memotong pembicaraan lelaki yang membawa tas tersebut, ia mengatakan bahwa banyak yang murah namun hanya sesama operator dan ia juga menambahkan bahwa kalau ada kartu yang tarifnya murah sampai ke semua operator maka lelaki gendut tersebut akan kawin sama monyet.
Belum lama setelah lelaki gendut tersebut mengutarakan sumpahnya, dua lelaki tersebut dikejutkan oleh iklan kartu perdana XL yang menyebutkan bahwa bertarif murah tidak hanya sesama operator, namun tarif murahnya sampai ke semua operator se-indonesia. Kartu XL Bebas ini menyuguhkan fitur Nelpon kapan saja se-Indonesia tetap termurah. Dalam iklan ini juga mensugesti pemirsa untuk beralih ke kartu XL. Di akhir iklan, si lelaki gendut menyanding kera dengan mengenakan pakaian pengantin.
Berdasarkan kajian dalam Undang-Undang periklanan, Iklan XL Bebas ini termasuk dalam iklan yang melanggar. Salah satu pelanggaran dalam iklan tersebut adalah terdapat kata-kata termurah, dimana imbuhan ter merupakan superlative word yang seharusnya tidak boleh ada pada sebuah iklan seperti yang telah tercantum pada Etika Pariwara Indonesia Nomor 2 mengenai Bahasa butir (b) yaitu Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“.

C.     Berikut lampiran Tata Krama Isi Iklan


Tata Krama Isi Iklan

1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a)  Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.



Kesimpulan
Banyak diantara para konsumen yang belum menyadari akan pengaruh negatif yang di tayangkan oleh para pengiklan lewat media yang sering mereka jumpai. Pengaruh negatif  bahkan pelanggaran dalam kode etik periklanan sangat banyak ditemukan dalam tayangan iklan di berbagai media. Masih banyak iklan lain yang melanggar kode etik periklanan yang salah satunya telah kami jelaskan pada lembar sebelumnya. Perlunya kode etik periklanan bukan hanya untuk formalitas asal punya, melainkan untuk pertimbangan baik tidaknya iklan yang akan di sosialisasikan kepada masyarakat luas berkaitan dengan produk yang dipasarkan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar