Sabtu, 25 Oktober 2014

Karakteristik Komunikasi Komunikan

Makalah
Karakteristik Komunikasi Komunikan
Disusun Oleh :
·       Idfilla Lingga Tama
·       Irma Kumala Sari
·       Mia Rahmatin
·       Retno Ayu Tri Wahyuni
·       Siti Huzaimah
·       Susanti

ILMU KOMUNIKASI
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2012-2013

Daftar Isi



 

BAB I


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas  karunianya,sehingga makalah ini yang berisi tentang “KARAKTERISTIK MANUSIA KOMUNIKAN” merupakan bagian dari kajian Masalah Komunikasi, namun pembahasan mengenai masalah ini tidak akan habis untuk dibahas karena masalah ini sudah merupakan bagian dari pola kehidupan informasi komunikasi. Oleh karena itu, pembahasan  mengenai “Karakteristik Komunkasi Komunikan” dapat dirangkum secara rapi dalam karya ilmiah ini.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan saya motivasi dalam rangka pengadaan makalah ini, saya berharap informasi yang terdapat dalam makalah ini sangat berguna bagi pembaca.

                               BAB II ISI



Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia. Psikolog memandang komunikasi pada perilaku manusia komunikan. Psikolog membahas bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana cara berfikir dan cara melihat manusia dipengaruhi oleh lambang-lambang yang dimiliki. Fokus psikologi adalah komunikasi manusia komunikan.

Teori persuasi berlandaskan konsepsi psikoanalisis yang menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Teori “jarum hipodermik”(media massa sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia) dilandasi konsep behaviorisme yang memandang manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh lingkungan (Homo Mechanicus). Teori pengolahan informasi jelas dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif yang melihat manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (Homo Sapiens). Teori-teori komunikasi interpersonal banyak dipengaruhi konsep psikologi humanistis yang menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Ludens). Empat pendekatan psikologi yang paling dominan adalah psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif, dan psikologi humanistis.




Konsepsi Manusia dalam Psikoanalisis
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia:Id, Ego, dan Superego.
1. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan –dorongan biologis dan pusat
instink manusia. Dalam diri manusia, terdapat dua instink(hawa nafsu-dalam kamus agama)
a.      Libido adalah Instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan yang konstruktif. Libido disebut sebagai instink kehidupan.
b. Thanatos Instink destruktif yang agresif. Thanatos disebut sebagai instink kematian. Semua motif manusia adalah gabungan dari libido dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), yakni ingin segera memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, id adalah tabiat hewani manusia.
2. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi yang normal). Ego bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).
3. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Superego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke alam bawah sadar.
Id dan superego berada dalam bawah sadar manusia. Ego berada di tengah, antara memenuhi desakan id dan peraturan superego. Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego); atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akali, dan nilai).




Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme menganalisa perilaku yang tampak, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori behavioris juga dikenal dengan nama teori belajar. Belajar artinya perubahan perilaku manusia disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Dari situlah timbul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Menurut kaum empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi (sensory experience). Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu. Hedonisme memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi kebutuhannya, mencari kesenangan, dan menghindari penderitaan. Utilititarianisme memandang seluruh perilaku manusia tunduk pada prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonisme, maka akan muncul apa yang disebut behaviorisme (Goldstein, 1980:17).

Kaum behavioris berpendirian:manusia dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis; perilaku adalah hasil pengalaman; dan perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan
untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan.
Watson dan Rosalie Rayner melalui sebuah eksperimen telah membuktikan betapa mudahnya membentuk atau mengendalikan manusia dan melahirkan metode pelaziman klasik (classical conditioning). Pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli kondisi dengan stimuli tertentu (yang terkondisikan/unconditioned stimulus) yang melahirkan perilaku tertentu (unconditioned respons).
Jenis pelaziman lain ditemukan oleh Skinner, yaitu operant conditioning. Dimana perilaku manusia dipengaruhi oleh proses peneguhan. Proses memperteguh respons yang baru dengan mengasosiasikannya pada stimuli tertentu berkali-kali, disebut peneguhan (reinforcement). Menurut Bandura, tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Dengan kata lain, melakukan suatu perilaku ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk melakukan ditentukan oleh peniruan.

Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif.
Ketika asumsi-asumsi Behaviorisme diserang habis-habisan pada akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, psikologi sosial bergerak ke arah paradigma baru. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir (Homo Sapiens). Pikiran yang dimaksudkan behaviorisme sekarang didudukan lagi di atas tahta. Frege ( 1977:38 )
            “ Pengaruh seseorang pada yang lain kebanyakan ditimbulkan oleh pikiran. Kita mengkomunikasikan pikiran. Bagaimana hal ini terjadi? Kita timbulkan perubahan di dunia luar yang sama. Perubahan-perubahan ini,setelah dipersepsi orang lain, akan mendorong kita untuk memahami suatu pikiran dan menerimanya sebagai hal yang benar. Mungkinkah terjadi peristiwa besar dalam sejarah tanpa komunikasi pikiran? Anehnya kita cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa,sementara berpikir, memutuskan, menyatakan,memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia. Mana yang lebih nyata, sebuah palu atau pikiran? Alangkah bedanya proses penyerahan palu dengan komunikasi pikiran,”
Frege menulis hal diatas dalam sebuah buku filsafat berpikir ( Philosophical Logic ), mengisyaratkan kelebihan rasionalisme pada empirisme. Psikologi kognitif memang dapat diasali pada resionalisme Immanuel Kant ( 1724-1804 ), Rene Descartes ( 1596-1650 ), bahkan sampai ke Plato.
Kaum rasionalisme mempertanyakan apakah betul bahwa pengideraan kita, melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan kebenaran. Kemampuan alat indra kita dipertanyakan karena sering kali gagal menyajikan informasi yang akurat. Bukankah mata anda mengatakan bahwa kedua rel kereta api yang sejajar itu bertemu di ujung sana : bukankah telinga anda baru mendengar detak jam dinding pada saat memperhatikannya, padahal jam itu tetap berdetak ketika anda membisikan kata cinta pada teliga kekasih anda.
Descartes juga Kant menyimpulkan bahwa jiwalah ( mind ) yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan alat indra. Jiwa menafsirka pengalaman indrawi secara aktif: mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Tidak semua stimuli kita terima. Sensasi dan pikiran adalah pelayan, mereka menunggu panggilan kita, mereka tidak datang kecuali kalau kita butuhkan. Ada tuan yang menyeleksi dan mengarahkan.
Rasionalisme ini tampak jelas pada aliran psikologi Gestalt di awal abad XX. Para psikolog Gestalt, seperti juga kebanyakan psikoanalis, adalah orang-orang jerman: Meinong, Ehrenfels, Kohler, Wertheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan respon kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan. Sebelum memberikan respon, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna. Pola ini disebut Gestalt Huruf. Manusialah yang menentukan makna stimulu itu, bukan stimulu itu sendiri. Dikalangan ilmu komunikasi terkenal proposisi “ Word don’t mean, people mean ” kata-kata tidak bermakna, oranglah yang memberi makna .
Mula-mula psikologi gestalt hanya menaruh perhatian pada persepsi obyek. Beberapa orang menerapkan prinsip-prinsip Gestalt dalam menjelaskan perilaku sosial. Diantara mereka adalah Kurt Lewin, Solomon Asch, dan Fritz Heider.
Menurut Lewin, perilaku manusia harus dilihat dalam konteksnnya. Dari fisika, Lewin meminjam konsep medan (field)  untuk menunjukan totalitas gaya yang mempengaruhi seseorang pada saat tertentu. Perilaku manusia bukan sekedar respons pada stimuli, tetapi produk berbagai gaya yang mempengaruhi secara spontans. Lewin menyebutkan seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi manusia sebagai ruang hayat ( life space ). Ruang hayat terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor yang didasarinya dan kesadaran diri. Dari Lewin terkenal rumus: B = f (P , E), artinya Behavior ( perilaku) adalah hasil interaksi aantara person ( diri orang itu ) dengan environment ( lingkungan psikologisnya).
Lewin juga berjasa dalam menganalisa kelompok. Dari Lewin lahir kosep dinamika kelompok. Dalam kelompok, individu menjadi bagian yang saling berkaitan dengan anggota kelompok yang lain. Kelompok memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki individu. Solomon Asch memperluas penelitia kelompok denagn melihat pengaruh penilaian kelompok (group juddgements) pada pembentukan kesan (impression formations). Dengan beberapa eksperimen, Asch menunjukkan kecenderungan orang untuk mengikuti kelompokknnya.
Lewin juga berbicara tentang tension (tegangan) yang menunjukkan suasana kejiwaan yang terjadi ketika kebutuhan psikologi belum terpenuhi. Konsep tensions melahirkan banyak teori yang digabung dengan istilah teori (konsistensi kognitif). Teori ini pada pokoknya menyatakan bahwa individu berusaha mengoptimalkan makna dalam persepsi, perasaan, kognisi, dan pengalaman. Bila makna tidak optimal, timbul tension yang memotivasi orang untuk menguranginya. Fritz Heider, Leon Festinger, Abelson adalah tokoh-tokoh ini. Kita akan membicarakannya lebih lanjut dalam sistem kom u nikasi interpersonal, sebab disinilah psikologi kognitif banyak berbicara.
Heider dan Festinger membawa psikologi kognitif ke dalam psikologi sosial. Secara singkat kita akan melihat perkembangan pengaruh psikologi kognitif ini dalam psikologi sosial, terutama untuk menggambarkan perkembangan konsepsi manusia dalam mazhab ini.
Sejak pertengahan tahun 1950-an berkembang penelitian mengenai perubahan sikap dengan kerangka teoretis manusia sebagai pencari  konsistensi kognitif ( The Person as Consistency Seeker  ). Di sini manusia di pandang sebagai makhluk yang selalu berusaha menjaga keajegan dalam sistem kepercayaannya, dan diantara sistem kepercayaan dengan perilaku.
Awal tahun 1970-an, teori disonansi dikritik, dan muncul konsepsi manusia sebagai pengolah informasi ( The Person as Irmasition Processoer  ). Dalam konsepsi ini, manusia bergeser dari orang yang suka mencari justifikasi atau membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan persoalan. Perilaku manusia dipandang sebagai produk strategi pengolahan informasi yang rasional, yang mengarahkan penyandian, penyimpanan, dan pemanggilan informasi. Cotoh perspektif ini adalah teori atribusi yang akan diuraikan pada bab 4: “ Sistem komunikasi Interpersonal. ” Teori atribusi menganggab manusia sebagai ilmuwan yang naif ( naive scientist ), yang memahami dunia dengan metode ilmiah yang elementer.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia tidaklah serasionaldugaan di atas. Seringkali malah penilaian orang didasarkan pada informasi yang tidak lengkap dan kurang begitu rasional. Penilaian didasarkan pada data yang kurang, lalu dikombinasikan dan diwarnai oleh prakonsepsi. Menusia menggunakan prinsip-prinsip umum dalam menetapkan keputusan. Kahneman dan Tversky ( 1974 ) menyebutkan “ cognitive heuristict ” (dalil-dalil kognitif ). Ada orang tua yang segera gembira ketika anaknya berpacaran dengan mahasiswa ITB , karena berpegang pada “ cognitive heuristict ” bahwa mahasiswa ITB menpunyai masa depan yang gemilag ( tanpa memperhitungkan bahwa pacar anaknya adalah mahasiswa seni rupa yang meragukan masa depannya ). Dari sini munculah konsepsi Manusia sebagai Miskin Kognitif ( The Person as Cognitive Miser .
Walaupun psikologi kognitif sering dikritik karena konsep-konsepnya sukar diuji, psikologi kognitif telah memasukan kembali “ jiwa ” manusia yang telah dicabut behaviorisme. Manusia kini hidup dan mulai berpikir, tetapi manusia bukan sekedar makhluk yang berpikir, ia juga berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang didambakannya.

Manusia dalam Konsep Psikologi Humanistik
Psikologi Humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi revolusi pertama dan kedua adalah psikologi analsisis (manusia dipengaruhi oleh primitifnya) dan behaviorisme (manusia hanyalah mesin yang di bentuk lingkungan), dalam pandangan behafiorisme  manusia menjadi robot tanpa jiwa dan nilai, dalam psikoanalisis, seperti kata freud sendiri “we see a man as a savage beast” (1930:86) keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia, keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta, kreatifitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi.

Psikologi humanistik lebih banyak mengambil dari fenomenologi dan eksistensiaisme, fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang di persepsi dan diinterprestasi secara subyektif yaitu setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri, fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers (Bapak Psikologi Humanistik), Abraham maslow menyebutkan “growth needs” eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada sesame manusia. Yang paling penting bukan apa yang di dapat dari kehidupan, tapi apa yang dapat kita berikan untuk kehidupan. Jadi hidup kita baru bermakna hanya apabila melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstruktif secara sosial.

Manusia bukan saja pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja pencari identitas, tetapi juga pencari makna. Freud pernah mengirim surat pada princess Bonaparte dan menulis bahwa pada saat manusia bertanya apa makna dan nilai kehidupan, pada saat itu ia sakit.  Hal itu dai salahkan oleh Victor E. Frankl, manusia justru menjadi manusia ketika mempertanyakan apakah hidupnya bermakna. Frankl menyimpulkan asumsi-asumsi Psikologi Humanistik adalah keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya. Adapun beberapa asumsi-asumsi pandangan humanistik yang di garisbesarkan oleh Carl Rogers yaitu:
1.                  Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi, dimana dia-sang aku, ku, atau diriku menjadi pusat, perilaku manusia berpusat dari konsep diri yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal yang terdiri dari pengalaman-pengalaman aku, ku, dan “bukan aku”
2.                  Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
3.                  Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya- ia bereaksi pada “realitas” seperti yang di persepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
4.                  Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanandiri- berupa penyempitan dan pengkakuan persepsi dan prilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti resionalisasi.
5.                  Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri, dalam kondisi normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.

Terdapat dua pendekatan dalam psikologi sosial yang menekankan factor-faktor psikologis dan ada yang menekankan factor-faktor sosial, dengan istilah lain: factor-faktor yang timbul dalam diri individu (factor personal), dan factor-faktor berpengaruh yang datang dari luar diri individu (factor environmental) tercermin secara menarik, pada dua buah buku yang pertama kalinya mencantumkan istilah psikologi sosial dalam judulnya, keduanya terbir bersama pada tahun 1908, buku pertama berjudul introduction to social Psychology, ditulis oleh William McDougall, seorang psikolog, Dougall menekankan pentingnya factor-faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dan masyarakat, menurutnya, faktor-faktor personallah ia menjabarkannya dalam puluhan insting yang menentukan perilaku manusia, mengapa manusia berperang? Karena ia memiliki insting berkelahi. Mengapa manusia sanggup membangun bangunan megah?karena ia memiliki insting membangun. Buku yang lainnya adalah Social Psychology, terbit di New York, ditulis oleh Edward Ross, seorang sosiolog. Ross mengatakan utamanya factor situasional dan sosial dalam membentuk perilaku individu.

Di antara dua pendapat tersebut tampak kebenaran interaksi antar keduanya dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson(1976)-antara perspektif yang berpusat pada persona (person centered perspective) dengan perspektif yang berpusat pada situasi (situation centered perspective). Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan factor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, insting, motif, kepribadian, sistim kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua factor, yaitu factor biologis dan factor sosiopsikologis


Faktor Biologis
Manusai adalah mahluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Factor biologis  terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan factor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orangtuanya. Besarnya pengaruh warisan biologis sampai memunculkan aliran baru, yang memandang seluruh kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral, Aliran ini disebut dengan aliran sosiobiologis.

Menurut Wilson, perilaku sosial di bombing oleh aturan-aturan yang sudah di program secara genetis dalam jiwa manusia. Yang disebut sebagai “epigenetic rules”, mengatur perilaku manusia sejak kecenderungan menghindari incest, kemampuan memahami ekspresi wajah sampai pada persaingan politik. Pada era akhir ini orang berusaha mengendalikan perilaku manusia melalui manipulasi genetis, control terhadap sistim saraf dan sistim hormonal.  Yang pertama dilakukan “quality control” terhadap gen-gen bakal manusia. Dapat menyingkirkan  gen-gen  yang refresif dan memelihara gen-gen yang meninggikan kualitas manusia, misalnya : menyingkirkan sifat agresif dan memperkuat sifat-sifat penyantun, dengan bedah otak dan sebagainya. Sehingga dapat mengubah seluruh massa manusia menjadi sangat mudah dipengaruhi.

Terdapat dua petunjuk yang penting untuk diperhatikan betapa pentingnya pengaruh biologis terhadap perilaku manusia
1.                  Telah diakui secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan pengaruh lingkungan atau situasi, contoh : member makan, merawat anak, perilaku menariklawan jenis sebagai ungkapan cinta
2.                  Di akui pula adanya factor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim disebut sebagai motif biologis yang paling penting ialah kebutuhan akan makanan-minuman dan istirahat, kebutuhan memelihara kelangsungkan hidupdengan menghindari sakit dan bahaya





Faktor-faktor Sosiopsikologis
1.      Komponen Afektif
Merupakan aspek emosional yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.
a.       Motif sosiogenis
Motif ini berperan dalam membentuk dan menentukan perilaku sosial.
·         Motif ingin tahu : mengerti, menata, dan menduga. Setiap orang berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya.
·         Motif kompetensi. Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan kehidupan apa pun. Motif ini erat hubungannya dengan kebutuhan rasa aman.
·         Motif cinta. Setiap orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela.
·         Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas. Setiap orang ingin kehadirannya bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan.
·         Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan. Setiap orang dalam menghadapi gejolak kehidupan membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya.
·         Kebutuhan akan pemenuhan diri. Pemenuhannya berwujud : (1) mengembangkan dan menggunakan potensi-potensi yang dimiliki dengan cara yang kreatif konstruktif, misalnya dengan seni, music, sains, atau hal-hal yang mendorong ungkapan diri yang kreatif; (2) memperkaya kualitas kehidupan dengan memperluas rentangan dan kualitas pengalaman serta pemuasan, misalnya dengan jalan darmawisata; (3) membentuk hubungan yang hangat dan berarti dengan orang-orang lain di sekitar kita; (4) berusaha “memanusia”, menjadi persona yang kita dambakan.

b.      Sikap
Adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, relative menetap, mengandung aspek evaluative dan timbul dari pengalaman.
c.       Emosi
Menunjukkan kegoncangan organism yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis.
2.      Komponen Kognitif
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
Salah satu komponen kognitif adalah kepercayaan. Kepercayaan adalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi.
3.      Komponen Konatif
Merupakan aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
·         Kebiasaan
Adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berlainan dalam menanggapi stimulus tertentu.
·         Kemauan
Kemauan erat kaitannya dengan tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.






Delgado menyimpulkan bahwa respons otak sangat dipengaruhi oleh “setting” atau suasana yang melingkupi organisme (Packard, 1978:45). Edward G. Sampson merangkumkan seluruh faktor situasional sebagai berikut:

I. Aspek-aspek objektif dari lingkungan
a.       Faktor ekologis
Kaum determinisme lingkungan menyatakan bahwa keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Yang termasuk faktor ekologis:
·         Faktor geografis
·         Faktor iklim dan meteorologis
b.      Faktor desain dan arsitektural
Suatu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi perilaku komunikasi diantara orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu.
c.       Faktor temporal
Waktu dapat mempengaruhi bioritma manusia dalam kehidupan.
d.      Analisis suasana perilaku
Lingkungan dapat memberikan efek-efek tertentu terhadap perilaku manusia. Misalkan ketika di masjid orang tidak akan berbicara keras seperti halnya di pesta. Dalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda dari pada ketika ia berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partainya.
e.       Faktor teknologis
Revolusi teknologi seringkali disusul dengan revolusi dalam perilaku social, misalakan adanya mesin cetak mengubah masyarakat tribalmenjadi masyarakat yangberpikir logis dan individualis.


f.       Faktor sosial
Sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia. Kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang berbeda dengan kelompok anak-anak muda. Secara singkat, pengelompokkannya adalah sebagai berikut:
·         Struktur organisasi
·         Sistem peranan
·         Struktur kelompok
·         Karakteristik populasi

II. Lingkungan psikososial
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi kita itu lazim disebut sebagai iklim (climate). Berikut ini adalah jenis-jenis lingkungan psikososial:
a.       Iklim organisasi dan kelompok
b.      Ethos dan iklim institusional dan cultural
III. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku
Terdapat situasi yang memberikan rentangan kelayakan perilaku (behavioral appopriateness), seperti situasi di taman dan situasi yang memberikan kendala pada
perilaku, misalnya gereja. Situasi yang permisif memungkinkan manusia untuk
melakukan banyak hal tanpa harus merasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif
menghambat orang untuk berperilaku sekehendak hatinya. Jenis-jenis stimuli yang
mendorong dan memperteguh perilaku manusia adalah:
a. Orang lain
b. Situasi pendorong perilaku (Sampson, 1976:13-14).

 

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN
Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia. Psikolog memandang komunikasi pada perilaku manusia komunikan. Psikolog membahas bagaimana manusia memproses pesan yang diterimanya, bagaimana cara berfikir dan cara melihat manusia dipengaruhi oleh lambang-lambang yang dimiliki. Fokus psikologi adalah komunikasi manusia komunikan.

Daftar Pustaka

 


Rakhmat, J. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar