Oleh :
2012/2013
PEROKOK
WANITA
Merokok
dapat membahayakan hampir semua organ tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rokok sangat berkaitan erat dengan risiko penyakit katarak dan pnemunomia
(radang paru) dan juga sangat terkait pada 1/3 kematian yang diakibatkan oleh
kanker. Selain itu, perokok yang mengidap kanker memiliki risiko 2 kali lebih
besar untuk mengalami kematiaan dibanding non-perokok yang mengidap kanker.
Sementara itu risiko kematian ini naik menjadi empat kali lebih besar pada
perokok berat yang mengidap kanker. Kanker paru adalah penyakit kanker paling
banyak yang disebabkan oleh rokok, penyakit ini merupakan penyakit kanker utama
yang paling sering menyebabkan kematian pada pria dan wanita. Selain itu
merokok juga berkaitan erat dengan kasus kanker mulut, kanker kerongkongan,
kanker tenggorokan, kanker esofagus, kanker lambung, kanker pankreas, kanker
serviks, kanker ginjal, kanker kandung kemih, dan leukemia mieloid akut.
Lebih jauh
lagi, merokok juga menyebakan penyakit paru lainnya, seperti bronkitis (radang
bronkus) dan enfisema, asap rokok juga memperparah gejala asma pada orang
dewasa dan anak-anak. Sekitar 90% dari semua kematian yang dikarenakan penyakit
paru obstuktif kronik (PPOK) dikarenakan merokok. Selain itu juga telah
terbukti bahwa rokok juga meningkatkan risiko penyakit jantung, termasuk
stroke, serangan jantung, penyakit vaskular dan aneurisme. Di amerika rokok
merupakan penyebab penyakit jantung koroner (penyebab kematian utama di AS),
perokok aktif mempunyai risiko 2-4 kali lebih besar mengalami penyakit jantung
koroner dibandingkan dengan non perokok.
Paparan
nikotin dalam dosis yang besar seperti yang biasa ditemukan didalam semprotan
insektisida dapat mengakibatkan keracunan, selain itu juga akan menyebabkan
mual, muntah, tremor, kejang-kejang dan kematian. Faktanya, satu tetes nikotin
murni mampu membunuh seorang manusia. Kasus keracunan nikotin telah dilaporkan
terjadi karena ketidaksengajaan karena insektisida yang tertelan oleh orang
dewasa, juga karena tertelannya produk tembakau lainnya oleh anak-anak dan hewan
peliharaan. Kematian biasanya muncul dalam beberapa menit setelah terekspos
ditandai dengan gagalnya pernafasan karena paralisis.
Meski kita
sering berfikir bahaya rokok dan tembakau pada kesehatan merupakan hasil
penggunaan langsung dari produk tembakau seperti menghisap asap rokok, perokok
pasif atau paparan tidak langsung asap rokok juga meningkatkan risiko berbagai
jenis penyakit. Asap rokok merupakan sumber kontaminasi utama udara
didalam ruangan; polusi asap ini sekurangnya menjadi penyebab 3000 kasus kanker
paru per tahun yang dialami oleh non-perokok dan asap ini juga menyebabkan
lebih dari 35000 kasus kematian karena penyakit jantung. Paparan polusi asap
rokok di rumah juga merupakan faktor risiko pencetus asma dan meningkatkan
tingkat keparahan penyakit asma pada anak-anak. Sebagai tambahan rokok juga
menjadi penyebab kebakaran yang fatal yang menyebabkan lebih dari 1000 kasus
kematian per tahun.
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasar
survey yang dilakukan di amerika, mencoba-coba merokok mempunyai risiko sangat
besar untuk menjadi pecandu nikotin (rokok). Sebesar 68% perokok berisiko
menjadi pecandu rokok,j umlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan narkoba
jenis kokain, ganja atau alkohol.
Meski semua orang tahu akan bahaya merokok, perilaku
merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih
ditolerir oleh masyarakat. Banyak pengetahuan tentang bahaya merokok dan
kerugian yang ditimbulkan oleh tingkah laku merokok, namun tingkah laku ini
tetap saja dilakukan. Lebih-lebih yang mencolok adalah merokok di tempat-tempat
yang jelas terpampang himbauan untuk tidak merokok.
Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia yang berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah Nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum republika, selasa 26 maret 2002:19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg Nikotin dan setelah dibakar Nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25 %. Walau demikan jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.
Rokok adalah salah satu produk konsumen terlaris di dunia. Rokok memiliki sangat banyak pembeli yang loyal serta memiliki arus perdagangan yang berkembang pesat. Perusahaan–perusahaan yang memproduksinya membanggakan laba yang fantastis, kendali politik dan prestise. Tembakau atau rokok termasuk zat adiktif karena menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan). Oleh karena itu tembakau ( rokok) termasuk dalam golongan NAZA.
Selanjutnya dikemukakan bahwa bagi mereka yang tidak merokok pun tetapi terkena asap rokok dari mereka yang merokok (perokok pasif) juga akan mengalami gangguan kesehatan dengan resiko yang sama. Oleh karena itu tembakau
(rokok) disebut pula sebagai racun menular.
Sebuah survey yang dijabarkan oleh Dr. Martha Tilaar tentang perokok di In -donesia menurut jenis kelamin menyatakan bahwa jumlah perokok di Indonesia memang masih lebih banyak di kalangan pria ( 60 % pria merokok ) dan wanita yang merokok 10 %. Sebelumnya dari survey yang dilakukan menurut Medika Jurnal Kedokteran Indonesia Maret 2006, bahwa laki-laki remaja lebih banyak menjadi perokok dan hampir dua pertiga dan kelompok umur produktif adalah perokok. Selama 5 tahun telah terjadi peningkatan, pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah kelompok umur 25 &29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula lebih jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentang populasi penduduk
Pakar penyakit paru FKUI Prof. Dr. Hadiarto Mengunnegoro, Sp.P., menyatakan jumlah perokok aktif Indonesia naik dari 22,5% pada tahun 1990-an menjadi 60% jumlah penduduk tahun 2000. WHO memperkirakan bahwa 59% pria berusia diatas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian.
Diperkirakan bahwa konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar). Dalam 10 tahun terakhir konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebsesar 44,1 % dan jumlah perokok di Indonesia sekitar 70 %. Yang lebih menyedihkan lagi 60 % diantara perokok adalah kelompok yang berpenghasilan rendah. Tingginya komsumsi merokok dipercaya bakal menimbulkan implikasi negative yang sangat luas tidak saja terhadap kualitas kesehatan tetapi juga menyangkut kehidupan sosial ekonomi.
Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia yang berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah Nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum republika, selasa 26 maret 2002:19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg Nikotin dan setelah dibakar Nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25 %. Walau demikan jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.
Rokok adalah salah satu produk konsumen terlaris di dunia. Rokok memiliki sangat banyak pembeli yang loyal serta memiliki arus perdagangan yang berkembang pesat. Perusahaan–perusahaan yang memproduksinya membanggakan laba yang fantastis, kendali politik dan prestise. Tembakau atau rokok termasuk zat adiktif karena menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan). Oleh karena itu tembakau ( rokok) termasuk dalam golongan NAZA.
Selanjutnya dikemukakan bahwa bagi mereka yang tidak merokok pun tetapi terkena asap rokok dari mereka yang merokok (perokok pasif) juga akan mengalami gangguan kesehatan dengan resiko yang sama. Oleh karena itu tembakau
(rokok) disebut pula sebagai racun menular.
Sebuah survey yang dijabarkan oleh Dr. Martha Tilaar tentang perokok di In -donesia menurut jenis kelamin menyatakan bahwa jumlah perokok di Indonesia memang masih lebih banyak di kalangan pria ( 60 % pria merokok ) dan wanita yang merokok 10 %. Sebelumnya dari survey yang dilakukan menurut Medika Jurnal Kedokteran Indonesia Maret 2006, bahwa laki-laki remaja lebih banyak menjadi perokok dan hampir dua pertiga dan kelompok umur produktif adalah perokok. Selama 5 tahun telah terjadi peningkatan, pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah kelompok umur 25 &29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula lebih jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentang populasi penduduk
Pakar penyakit paru FKUI Prof. Dr. Hadiarto Mengunnegoro, Sp.P., menyatakan jumlah perokok aktif Indonesia naik dari 22,5% pada tahun 1990-an menjadi 60% jumlah penduduk tahun 2000. WHO memperkirakan bahwa 59% pria berusia diatas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian.
Diperkirakan bahwa konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar). Dalam 10 tahun terakhir konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebsesar 44,1 % dan jumlah perokok di Indonesia sekitar 70 %. Yang lebih menyedihkan lagi 60 % diantara perokok adalah kelompok yang berpenghasilan rendah. Tingginya komsumsi merokok dipercaya bakal menimbulkan implikasi negative yang sangat luas tidak saja terhadap kualitas kesehatan tetapi juga menyangkut kehidupan sosial ekonomi.
LATAR BELAKANG MASALAH
Di
saat santai setiap orang pasti mempunyai kebiasaan masing-masing. Ada yang
kemana-mana membawa komik atau bacaan lainnya, camilan (doyan makan), ataupun
buku (kutu buku nih). Tidak jarang pria maupun wanita memilih untuk
mengotak-atik gadget milik mereka. Di kantin ramai-ramai bersama teman,
namun lima menit kemudian terasa sepi sibuk dengan gadget masing-masing
(ini yang saya lihat di kantin kampus saya, bagaimana kantinmu?). Dan yang
terakhir, saya rasa kita semua sepakat kebanyakan pria pasti di saat senggang
merogoh kantong untung mencari sebatang rokok.
Bagi
para perokok, rokok ibarat “nafas kehidupan” bagi mereka. Salah seorang teman
saya bahkan tidak jarang sekitar satu jam di kelas izin sebentar keluar untuk
menghisap sebatang rokok. Salah seorang dosen saya dulu sering saya lihat saat
menuju ke ruang kelas menyempatkan diri untuk menghisap sebatang rokok. Yang
paling menggelikan bagi saya, ada teman dekat saya yang (maaf) mau BAB tidak
jadi apabila tidak ada sebatang rokok. Itulah cerita para pecinta rokok.
Namun
bagaimana dengan wanita perokok? Ada kah wanita itu di sekitar anda? Banyak,
jika saya menjawab. Rokok seperti bukan hal yang tabu bagi wanita muda saat
ini. Di tempat makan, tidak jarang ada seorang perokok yang menyemburkan
asapnya kearah saya (mungkin tidak sengaja). Ketika saya menoleh, terdapat
sosok tubuh langsing berparas cantik berambut panjang, ternyata seorang wanita.
Saya langsung berpikir, “cantik juga ni cewek, sayangnya perokok”. Saya memang
kurang “menghormati” wanita perokok. Karena bagi saya, citra wanita yang lekat
dengan keanggunan, tutur kata halus dan merupakan sosok seorang ibu tidak
pantas untuk menghisap rokok. Yah, rokok memang merupakan hak semua orang.
Wanita pun berhak untuk memilih.
PROBLEM SOLVING
Banyak
hasil penelitian yang menunjukkan keberhasilan terapi untuk kecanduan rokok.
Meski beberapa perokok bisa berhenti merokok dengan usaha sendiri, tetapi
sebagian besar perokok membutuhkan asisten untuk berhenti merokok. Berhenti
merokok akan memberikan efek positif bagi kesehatan. sebagai contoh, dalam 24
jam setelah berhenti merokok tekanan darah dan risiko terjadinya serangan
jantung akan menurun. Selanjutnya, penghentian merokok dalam jangka panjang
akan menurunkan risiko stroke, kanker paru dan kanker lain serta penyakit
jantung koroner. Faktanya, seorang laki-laki perokok aktif usia 35 tahun yang berhenti
merokok akan meningkatkan angka harapan hidupnya sebanyak 5 tahun.
Berikut ini beberapa strategi terapi
untuk berhenti merokok:
1. Terapi pengganti nikotin (TPR)
Terapi
pengganti nikotin (TPR) seperti dengan menggunakan permen karet nikotin atau
koyo nikotin transdermal, merupakan terapi farmakologi yang pertama kali
disetujui oleh FDA (badan POM-nya Amerika Serikat) untuk pengobatan kecanduan
rokok. TPR digunakan bersamaan dengan terapi perilaku untuk menghilangkan
gejala putus obat / ketagihan nikotin, TPR terapi ini mampu mengurangi
perubahan fisiologis yang ekstrim akibat penghentian rokok secara mendadak,
tentunya dengan kadar nikotin yang lebih rendah dari nikotin yang didapat dari
rokok. Keuntungan lain menggunakan TPR adalah sediaan ini mempunyai potensi
kecanduan yang sangat rendah dikarenakan TPR tidak menyebabkan euforia atau
perasaan senang seperti yang diakibatkan oleh rokok, selain itu juga sediaan
ini tidak mengandung karsinogen (zat penyebab kanker) dan asap yang disebabkan
pembakaran rokok. Sebagai tambahan, hendaknya TPR ini juga diiringi dengan
terapi perilaku untuk meningkatkan efektifitas pengobatan jangka panjang.
Sediaan
permen karet nikotin pertama kali disetujui oleh FDA pada tahun 1984 dan
tersedia di pasar sebagai obat yang dapat diresepkan. Selanjutnya pada tahun
1996 FDA juga kembali menyetujui “nicorette gum” sebagai sedian obat bebas
terbatas yang bisa dibeli tanpa resep dokter. Penggunaan permen karet nikotin
bukannya tanpa kekurangan, meski pengguna dapat mengontrol kebutuhan dosis dan
kemampuan untuk meredakan gejala ketagihan, beberapa pengguna tidak bisa tahan
terhadap rasa dan keharusan untuk mengunyah permen karet tersebut untuk
mendapatkan efeknya. Untuk itulah pada tahun 1991 dan 1992 FDA juga menyetujui
bentuk sediaan lain TPR yaitu Koyo nikotin transdermal, ada 4 merk yang
disetujui dimana 2 produk diantaranya pada tahun 1996 menjadi obat bebas
terbatas (OTC). Perkembangan sedian TPR ini antara lain pada tahun 1996 muncul
sediaan nikotin semprot hidung, dan pada tahun 1998 muncul nikotin inhaler.
Yang patut dicatat adalah semua sediaan TPR baik permen karet, koyo, semprot
hidung maupun inhaler mempunyai efektifitas yang sama.
2. Strategi pengobatan lainnya
Meski
pengobatan kecanduan rokok masih berfokus pada TPN, opsi terapi lain juga
tersedia, sebagai contoh penggunaan obat antidepresi bupropion (dengan nama
dagang Zyban) pada tahun 1997 telah disetujui FDA membantu terapi berhenti
merokok. Obat lainnya yang baru-baru ini telah disetujui FDA untuk terapi
berhenti merokok adalah Verenicline tartrate ( dengan nama dagang Chantix) .
Obat-obat ini bekerja dengan pada bagian otak yang terkena efek langsung dari
nikotin, mengurangi gejala ketagihan dan menghambat efek nikotin apabila
pengguna kembali merokok.
Beberapa
agen lain yang tidak berbasis pada nikotin-sentris juga sedang dalam
penelitian, termasuk beberapa obat antidepresi dan obat antihipertensi. Para
peneliti juga sedang melakukan pengujian penggunaan vaksin dengan target
antigen nikotin untik mengatasi gejala relaps. Vaksin nikotin di desain untuk
menstimulasi produksi antibodi yang mampu menghambat penetrasi nikotin ke otak
sehingga mencegah efek reinforcing dari nokotin.
3. Terapi perilaku
Baik
dengan strategi menggunakan obat atau tanpa obat, intervensi perilaku sangat
memegang peranan penting dalam terapi berhenti merokok, berbagai jenis metode
bisa membantu perokok untuk berhenti, mulai dengan menggunakan materi-materi
yang bisa dijalani secara mandiri hingga terapi perilaku-kognitif. Intervensi ini
mengajarkan perokok untuk mengenali berbagai risiko situasi yang menyebabkan
keinginan merokok, mengembangkan strategi pegnendalian diri, mengelola stress,
mengingkatkan skill problemsolving, dan meningkatkan suport sosial. Penelitian
juga juga memperlihatkan bahwa apabila terapi yang digunakan sesuai dengan
situasi yang dihadapi oleh pengguna, semakin besar kemungkinan untuk sukses.
Secara
umum, pendekatan perilaku telah dikembangkan dan diberikan melalui media
formal, seperti di klinik dan komunitas berhenti merokok serta di pusat
kesehatan masyarakat yang ada. Namun akhir-akhir ini metode ini telah
diadaptasi dengan pendekatan terapi melalui media telefon, surat dan internet.
Diharapkan dengan metode ini bisa lebih fleksibel dan menjangkau para perokok
yang ingin berhenti merokok.
Berhenti
merokok mungkin sulit untuk dilakukan, tetapi kita bisa membantu untuk
melakukan intervensi. Untuk sebagian besar program membutuhkan waktu 1-3 bulan.
tetapi dikarenakan 75-80% relaps muncul setelah 6 bulan merokok, diperlukan
perpanjangan waktu program hingga 1 tahun.
Daftar pustaka
Sumber:
http://www.drugabuse.gov/news-events/nida-notes/2012/04/women-sexgender-differences-research-program
Tidak ada komentar:
Posting Komentar