Sabtu, 25 Oktober 2014

gender menurut perspektif islam


2014

STRATEGI KOMUNIKASI GENDER



[ILMU KOMUNIKASI]
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA















Oleh :
Irma Kumala Sari 120531100029
Dewi Ayu Hijriyawati 120531100079


BAB I
PENDAHULUAN

Abstraksi : Di era yang semakin berkembang ini banyak sekali kita jumpai dan kita temukan pemimpin perempuan, pemimpin yang umumnya lelaki tidak menutup kemungkinan seorang perempuan juga dapat melakukannya dan menjadikan apa yang dipimpin itu jauh menjadi lebih baik. Namun hal itu menjadi berbeda jika dilihat dari kesetaraan gender, yang mana banyak yang meragukan atas adanya pemimpin perempuan, hal itu juga menjadi pandangan yang sangat penting dalam ajaran islam. Seperti yang di tulis dalam kitab suci Al-Qur’an bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan sebagian dari yang lain, dan karena laki-laki (suami) telah menafkahkan sebagian dari hartanya” (QS. An-nisa’ : 24) . Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi sebagian kaum muslim untuk menjadikan perempuan sebagai seorang pemimpin. Akibatnya, kesetaraan gender dapat terlihat jelas pula dalam hal kepemimpinan dari segi agama islam.
Di dalam agama islam sendiri, Allah Swt tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dihadapan sang pencipta, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sehingga tidak ada salah satu dari keduanya yang lebih diistimewakan. Islam juga tidak pernah mengajarkan untuk mendiskriminasi kaum perempuan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ) Dalam hadis ini telah jelas bahwa kita tidak diperkenankan untuk menghina kaum wanita apalagi melakukan hal-hal yang merugikan bagi wanita seerti pelecehan seksual dan sebagainya. Memang ada ayat yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, namun bukan berarti kaum laki-laki bisa sewenang-wenang dan kaum perempuan tidak memdapatkan kesempatan untuk memiliki hak yang sama seperti kaum laki-laki. Seperti Firman Allah Swt “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa’: 34). Pemimpin yang dimaksudkan dalam firman tersebut adalah dalam sebuah keluarga laki-laki memiliki peran sebagai pemimpin yang akan membimbing para istri untuk bersama menuju ridho dari Allah Swt.



A.                Latar Belakang
Berbicara mengenai Gender tidak akan lepas dengan yang dinamakan perbedaan jenis kelamin antara lelaki dan perempuan, dimana banyak yang berpendapat mengenai realitas sosial yang terlahir menjadi ketidak adilan gender, laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi akibat ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami dehumanisasi akibat ketidakadilan gender sementar lelaki mengalami dehumanisasi karena melanggengkan penindasan gender.
Dalam pandangan islam tentulah berbeda dengan pandangan secara umum baik teori maupun pendapat lain, kesetaraan gender dalam agama islam tentunya bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan hadis yang menjadi sumber pengetahuan umat islam, yang mana dengan adanya pedoman tersebut untuk pemeluk agama islam dalam kehidupannya setiap hari tidakakan pernah terlepas aktifitasnya dari hukum dan ajaran islam, termasuk pandangan islam dalam perbedaan gender antara lelaki dan perempuan. Sering kali perbedaan gender manjadi alasan pendiskriminasian bagi korban ketidak adilan gender tersebut, seperti halnya seorang pemimpin dalam ajaran islam bahkan telah dituliskan “tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada seorang perempuan” . (Hr. Bukhori) . Hadis tersebut merupakan hadis sohih yang diriwayatkan dari Imam Bukhori. Yang mana seperti telah kita ketahui hal itu menunjukkan bahwa tidak akan menjadi bangsa yang baik jika pemimpin tersebut adalah seorang perempuan.

B.                 Rumusan Masalah
Ø  Apa yang dimaksud dengan gender ?
Ø  Apa yang dimaksud dengan gender menurut perspektif islam ?
C.                Tujuan Masalah
Ø  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gender.
Ø  Untuk mengetahui apa yang dimaksu dengan gender menurut perspektif islam.
BAB II
PEMBAHASAN

Jika berbicara tentang gender, yang terlintas dalam pikiran kita adalah perbedaan yang menonjol dari kaum laki-laki dan perempuan. Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa “Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat”. Jika dipahami lebih dalam lagi, Gender bukanlah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat dan tidak bisa dirubah lagi, melainkan perbedaan yang melekat berdasarkan pada konstruksi sosial dan lebeling yang diberikan oleh masyarakat dan bisa dirubah berdasarkan pada perkembangan zaman.
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita biasa mengenal istilah Maskulinitas dan Femininitas. Dimana dalam keduanya melekat berbagai macam konstruksi yang dianggap tidak pantas jika dilakukan atau dimiliki oleh pihak lain. Misal : Zaman dahulu jika kita bicara tentang tentara, yang terlintas dalam benak kita adalah seorang laki-laki gagah perkasa yang mempunyai tanggung jawab berat untuk menjaga kesatuan NKRI. Namun saat ini, sudah banyak kita temukan tentara wanita yang tidak kalah dengan kaum laki-laki. Begitu juga sebaliknya, pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan, kesabaran dan kreatifitas seperti menjadi koki biasanya diidentikkan dengan perempuan. Tapi untuk saat ini, kita sudah bisa menemukan banyak koki laki-laki macho dan keren yang pandai dalam memasak. Jadi konstruksi sosial disini sebenarnya bisa dirubah seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman. Budaya yang biasanya dikaitkan dengan pembahasan gender dan mengakibatkan ketidak adilan gender adalah  dominasi petriarkhat, yaitu suatu sistem dari praktik-praktik sosial dan poloitik dimana laki-laki menguasai, menindas,dan mengeksplorasi perempuan. Pembeda laki-laki yang dihasilkan oleh paham tersebutlah yang mengakibatkan kaum laki-laki sering dianggap mempunyai status dan hak yang lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan dan bahwa kaum perempuan terbatas atas hak dan statusnya tertentu dan berakhir dengan deskriminasi terhadap kaum perempuan.
Dari itu semua dapat kita simpulkan bagaimana pandangan secara umum mengenai kesetaraan gender, perbedaan gender dalam pandangan umum menjadi salah satu fenomena yang tidak dapat lagi dipungkiri oleh sebagian orang, pendiskriminasian dan juga ketidak adilan dengan alasan perbedaan gender juga sering menjadi perdebatan di masyarakat yang meluas ini. Banyak hasil nyata yang dapat kita jumpai salah satunya dalam sebuah informasi  pemberitaan, dimana kekerasan terjadi dan dilakukan mayoritas oleh kaum laki-laki kepada kaum perempuan, hal itu sebab label yang menunjukkan bahwa wanita mempunyai sikap yang lemah lembut, baik secara kondisi fisik maupun batin. Adanya pelabelan tersebut membuat kaum laki-laki merasa bahwa wanita itu mempunyai fisik yang lemah. Jika dipandang dari segi fisik, perempuan memang tidak bisa disamakan dengan lelaki dari kekuatannya secara fisik, namun hal itu tidak lantas membuat kaum perempuan tidak memiliki hak yang sama seperti laki-laki baik dalam karir maupun posisi penting yang ada di masyarakat.
Perbedaan gender tersebut diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa seorang perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, emosional, dan keibuan sehingga dalam konsep gender tersbut dikatakan sebagai feminin. Sementara laki-laki yang di labeli dengan fisik yang lebih kuat, rasional, jantan dan perkasa disebut dengan sosok yang maskulin. Namun pada hakikatnya sifat dan ciri tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Dalam artian ada sebagian sifat perempuan yang ada dalam diri laki-laki seperti laki-laki yang mempunyai sifat penyayang dan lemah lembut, dan juga ada sifat laki-laki yang ada pada diri seorang perempuan, misalnya seorang perempuan yang mempunyai fisik kuat, rasional dan perkasa. Maka dari itu gender dapat saja berubah dari individu satu ke individu lain, dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, hingga dari kelas sosial yang satu ke kelas sosial yang lainnya. Sementara jenis kelamin yang biologis akan tetap pada diri seseorang dan tidak berubah. Namun perlu diingat bahwa gender tidak bersifat biologis, melainkan dikonstruksikan secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari secara sosialisasi.
Jadi jika peranan laki-laki dan perempuan ditijau dari segi jenis kelamin (biologis) dan gender. Dari sudut gender, peranan keduanya adalah :
a.       Bukan dikodratkan oleh Tuhan (sehingga tidak dapat diubah), melainkan ditentukan oleh masyarakat ( konstruksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat)
b.      Dapat berubah dan ditukarkan berdasarkan pada budaya, tempat dan serta keadaan tertentu seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi di masa itu.
c.       Berbeda-beda antara kelompok yang satu dengan yang lain sesuai dengan kebudayaan yang mereka miliki, tempat tinggal dan keadaan masing-masing.
Dalam berbagai pandang masyarakat atau kalangan tertentu dapat dijumpai nilai dan aturan agama, adat, kebudayaan, dan kebiasaan yang dapat mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan anak perempuan dalam pendidikan formal, sebagai akibat dari ketidak samaan kesempatan, sehingga dalam masyarakat dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi dalam pendidikan formal. Karena sebagian masyarakat berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah kewajiban untuk seorang perempuan, yang menganggap perempuan tidak bisa untuk bekerja keras, yang bisa dilakukan dan menjadi kewajiban seorang perempuan adalah memasak dan melayani suami serta menjadi ibu rumah tangga yang baik pada masa akhirnya, untuk itulah pendidikan bagi para kaum perempuan untuk sebagian masyarakat akan dianggap tidak penting dan bahkan hanya membuang-buang waktu. Bahkan dalam sejarah islam hal tersebut juga pernah terjadi pada masa peperangan, dimana ketika lahir seorang bayi perempuan, maka saat itu juga akan dikubur hidup-hidup bayi tersebut, karena bayi perempuan itu dianggap tidak bisa untuk mengikuti perang pada saat dewasanya nanti. Mereka beranggapan jika perempuan ikut serta dalam perang mereka tidak bisa membantu karena jiwa mereka lemah dan mudah menangis. Dalam sebuah hadist juga telah disampaikan bahwa “tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada seorang perempuan” . (Hr. Bukhori). Namun jika diamati lagi untuk saat ini banyak pemimpin wanita yang berhasil memimpin masyarakat, misalnya seorang wali kota surabaya Tri rismaharani dimana kota surabaya telah mengalami banyak perubahan semenjak dipimpin olehnya. Pahlawan bangsa cut nya dien juga pernah menjadi pejuang perang untuk memerdekakan indonesia, hingga kartinilah yang menjadi pembebasan wanita indonesia atas tindakan ketidak adilan yang diperoleh menjadi emansipasi wanita. Seiring dengan berjalannya waktu, kesetaraan gender secara sedikit-demi sedikit mulai bisa kita rasakan. Misalnya saja dalam hal kepemimpinan, di kursi DPR telah diberlakukan keputusan bahwa 30% dari jumlah kursi di DPR adalah hak dari kaum perempuan. Diberbagai daerah juga telah muncul berbagai prestasi yang ditorehkan oleh para pemimpin wanita. Hal ini telah cukup membuktikan bahwa gender adalah sebuah konstruksi sosial dan labeling yang telah diberikan oleh masyarakat dan dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Di dalam agama islam sendiri, Allah Swt tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dihadapan sang pencipta, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sehingga tidak ada salah satu dari keduanya yang lebih diistimewakan. Islam juga tidak pernah mengajarkan untuk mendiskriminasi kaum perempuan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ) Dalam hadis ini telah jelas bahwa kita tidak diperkenankan untuk menghina kaum wanita apalagi melakukan hal-hal yang merugikan bagi wanita seerti pelecehan seksual dan sebagainya. Memang ada ayat yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, namun bukan berarti kaum laki-laki bisa sewenang-wenang dan kaum perempuan tidak memdapatkan kesempatan untuk memiliki hak yang sama seperti kaum laki-laki. Seperti Firman Allah Swt “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa’: 34)
Pemimpin yang dimaksudkan dalam firman tersebut adalah dalam sebuah keluarga laki-laki memiliki peran sebagai pemimpin yang akan membimbing para istri untuk bersama menuju ridho dari Allah Swt. Sehingga jangan sampai kita menyalah artikan bahwa kaum perempuan hanya boleh menjadi ibu rumah tangga yang harus patuh paa suami. Zaman sekarang ini telah banyak lahir perempuan-perempuan hebat yang tidak kalah dari laki-laki. Mereka bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Bahkan bisa dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh kaum perempuan hasilnya akan lebih baik karena mereka memiliki sifat telaten yang biasanya kurang dimiliki oleh kaum laki-laki. Jika kaum laki-laki biasanya hanya menggungakan logika, kaum perempuan akan menggunakan logika dan perasaan dalam melakukan sesuatu. Oleh karena itu, hasil yang didapatkan akan jauh lebih baik dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Dari semua pernyataan diatas, pada intinya adalah manusi memiliki hak dan kewajiban yang sama dibumi. Prof. Dr. Nasarudin Umar, mengemukakan ada beberapa ukuran yang dapat dijadikan pedoman dalam melihat prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Al-Dur’an. Ukuran-ukuran tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Laki-laki dan Perempuan sebagai Hamba Allah
Di dalam Al-Qur’an telah jelas diterangkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi Hamba Allah. Dimana dalamhal ini biasanya kita sebut dengan ketaqwaan. Dalam bertaqa kepada Allah Swt, kita tidak pernah mengenal perbadaan seperti jenis kelamin maupun yang lainnya. Semua sama dihadapan Allah. Dan yang membedakan antara keduanya adalah tingkat ketaqwaan yang mereka miliki.
2.      Laki-laki dan Perempuan sebagai Kholifah di Bumi
Tujuan Allah Swt menciptakan manusia di bumi selain untuk menyembah kepada Allah Swt, juga untuk menjaga dan melestarikan bumi. Hal ini dikenal dengan istilah Khalifah. Kaum laki-laki dan Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama di bumi ini. Mereka sama-sama mempunyai tugas untuk menjaga dan melestarikan bumi ini sebagai mana rasa tangung jawab manusia sebagai makhluk ciptaan Allah serta bentuk ketaqwaan terhadap Allah Swt.
3.      Laki-laki dan Perempuan Memiliki Perjanjian Promordial
Sejak dalam kandungan. Laki-laki dan Perempuan telah menerima perjanjian dari Allah Swt. Laki-laki dan Perempuan mengatakan ikrar ketuhana yang sama. Tidak ada perbedaan pengucapan ikrar ketuhanan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, islam tidak pernah mengenal kata diskriminasi kepada salah satu kaum. Sejak didalam kandungan, mereka telah mendapatkan tanggung jawab sebagai indivisu yang mandiri. Sejarah islam mencatat Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga Allah Swt karena Hawa memakan buah yang diharamkan oleh Allah Swt. Namun hal tersebut tidak lantas menjadikan perempuan sebagai makhluk yang telah mendapatkan warisan dosa dari Hawa. Seperti yang telah Allah Swt tegaskan dalam Al-Qur’an bahwa ALaah Swt akan memuliakan seluruh anak cucu adam. )QS. Al-isra/17:70). Tentu saja kemuliaan yang didapatkan tersebut bergantung pada tingkat keimanan dan ketaqwaan manusia terhadap Allah Swt.
4.      Adam dan Hawa Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis
Dalam sejarah islam mencatat bahwa Adam dan Hawa merupakan awal kisah terbentuknya kehidupan dibumi. Mereka dikeluarkan dari surge dan mendapat hukuman untuk turun kebumi. Namun dalam hal ini tidak bisa kita menyalahkan salah satunya. Adam dan Hawa disebutkan secara bersama-sama sebagai pelaku dari drama kosmis tersebut. Dimana keduanya sama-sama hidup di surge, keduanya sama-sama tergoda oleh bujukan syetan sehingga mendapatkan hukuman keluar dari surga dan turun kebumi, dan keduanya sama-sama meminta ampun kepada Allah Swt. Jadi, kita tidak dapat membenakan anggapan yang nenyatakan bahwa kejadian ini adalah kesalahan dari Hawa yang notabene adalah seorang perempuan. Dimana perempuan biasanya dianggap sebagi penggoda sehingga menjadi penyebab turunnya mereka ke Bumi.
5.      Laki-laki dan Perempuan sama-sama Berpotensi Meraih Prestasi
Dalam hal untuk meraih prestasi, islam tidak pernah membedakan hak atas keduanya. Keduanya sama-sama memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu dan mewujudkan segala yang mereka cita-citakan. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW,”Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina”. Tidak ada penekanan terhadap jenis kelamin tertentu dalam sabda Nabi Muhammad SAW tersebut. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menuntut ilmu setinggi mungkin dan mewujudkan cita-cita mereka. Keduanya juga memiliki kesempatan yang sama untuk menorehkan prestasi baik dalam segi spiritual, maupun karier professional. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama sehingga tidak terjadi monopoli oleh salah satu pihak saja. Namun dalam kenyataannya di kehidupan bermasyarakat, kita sering kali menjumpai ketidak adilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan biasanya dianggap memiliki kewajiban untuk mengurus rumah tangga sehingga urusan untuk berkarir dan mancari nafkah hanya boleh dikerjakan oleh laki-laki. Hal ini tentu saja sangat merugikan kaum perempuan karena telah direnggut haknya untuk berpestasi.

Al-Quran sendiri tidak mentolerir segala bentuk penindasan yang dilakukan baik itu penindasan terhadap jenis kelamin tertentu, etnis maupun ras tertentu. Islam memberikan hak yang sama bagi semua umat manusia. Untuk sebagian orang beranggapan bahwa seorang wanita tidak wajib untuk bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Namun banyak juga yang menentang adanya anggapan tersebut, mengingat banyak pekerjaan yang lebih membutuhkan peranan seorang perempuan dibanding dengan laki-laki. Dari padangan umum akan terlihat sangat biasa jika seorang wanita bekerja seperti halnya seorang lelaki, jika kita amati secara seksama akan kita jumpai seorang wanita yang bekerja sebagai kuli bangunan, sebagai pembajak sawah, ada pula yang memimpin sebuah Negara. Dalam firman Allah dijelaskan “sesunggguhnya aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan”. (QS. Ali Imran : 195). Dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa kaum perempuan sejajar dengan kaum laki-laki dalam potensi intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan dari alam raya ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar