|
2014
|
|
STRATEGI KOMUNIKASI GENDER
|
[
|
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
|
Oleh
:
Irma
Kumala Sari 120531100029
Dewi
Ayu Hijriyawati 120531100079
BAB I
PENDAHULUAN
Abstraksi
: Di
era yang semakin berkembang ini banyak sekali kita jumpai dan kita temukan
pemimpin perempuan, pemimpin yang umumnya lelaki tidak menutup kemungkinan
seorang perempuan juga dapat melakukannya dan menjadikan apa yang dipimpin itu
jauh menjadi lebih baik. Namun hal itu menjadi berbeda jika dilihat dari
kesetaraan gender, yang mana banyak yang meragukan atas adanya pemimpin
perempuan, hal itu juga menjadi pandangan yang sangat penting dalam ajaran islam.
Seperti yang di tulis dalam kitab suci Al-Qur’an bahwa laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan sebagian
dari yang lain, dan karena laki-laki (suami) telah menafkahkan sebagian dari
hartanya” (QS. An-nisa’ : 24) . Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi
sebagian kaum muslim untuk menjadikan perempuan sebagai seorang pemimpin.
Akibatnya, kesetaraan gender dapat terlihat jelas pula dalam hal kepemimpinan
dari segi agama islam.
Di
dalam agama islam sendiri, Allah Swt tidak pernah membedakan antara laki-laki
dan perempuan. Dihadapan sang pencipta, keduanya memiliki hak dan kewajiban
yang sama sehingga tidak ada salah satu dari keduanya yang lebih diistimewakan.
Islam juga tidak pernah mengajarkan untuk mendiskriminasi kaum perempuan. Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap
keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku.
Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina
kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ) Dalam hadis
ini telah jelas bahwa kita tidak diperkenankan untuk menghina kaum wanita
apalagi melakukan hal-hal yang merugikan bagi wanita seerti pelecehan seksual
dan sebagainya. Memang ada ayat yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah
pemimpin bagi perempuan, namun bukan berarti kaum laki-laki bisa
sewenang-wenang dan kaum perempuan tidak memdapatkan kesempatan untuk memiliki
hak yang sama seperti kaum laki-laki. Seperti Firman Allah Swt “Para laki-laki
(suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa’: 34). Pemimpin
yang dimaksudkan dalam firman tersebut adalah dalam sebuah keluarga laki-laki
memiliki peran sebagai pemimpin yang akan membimbing para istri untuk bersama menuju
ridho dari Allah Swt.
A.
Latar Belakang
Berbicara mengenai Gender tidak akan lepas dengan yang
dinamakan perbedaan jenis kelamin antara lelaki dan perempuan, dimana banyak
yang berpendapat mengenai realitas sosial yang terlahir menjadi ketidak adilan
gender, laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi
akibat ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami dehumanisasi
akibat ketidakadilan gender sementar lelaki mengalami dehumanisasi karena melanggengkan
penindasan gender.
Dalam pandangan islam tentulah berbeda dengan pandangan
secara umum baik teori maupun pendapat lain, kesetaraan gender dalam agama
islam tentunya bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan hadis yang menjadi
sumber pengetahuan umat islam, yang mana dengan adanya pedoman tersebut untuk
pemeluk agama islam dalam kehidupannya setiap hari tidakakan pernah terlepas
aktifitasnya dari hukum dan ajaran islam, termasuk pandangan islam dalam
perbedaan gender antara lelaki dan perempuan. Sering kali perbedaan gender
manjadi alasan pendiskriminasian bagi korban ketidak adilan gender tersebut,
seperti halnya seorang pemimpin dalam ajaran islam bahkan telah dituliskan
“tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada seorang
perempuan” . (Hr. Bukhori) . Hadis tersebut merupakan
hadis sohih yang diriwayatkan dari Imam Bukhori. Yang mana
seperti telah kita ketahui hal itu menunjukkan bahwa tidak akan menjadi bangsa
yang baik jika pemimpin tersebut adalah seorang perempuan.
B.
Rumusan
Masalah
Ø Apa yang
dimaksud dengan gender ?
Ø Apa yang
dimaksud dengan gender menurut perspektif islam ?
C.
Tujuan Masalah
Ø Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gender.
Ø Untuk mengetahui apa yang dimaksu dengan gender menurut
perspektif islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Jika berbicara
tentang gender, yang terlintas dalam pikiran kita adalah perbedaan yang
menonjol dari kaum laki-laki dan perempuan. Secara umum, pengertian
Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia
dijelaskan bahwa “Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat
perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat”.
Jika dipahami lebih dalam lagi, Gender bukanlah
perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat dan tidak
bisa dirubah lagi, melainkan
perbedaan yang melekat berdasarkan pada konstruksi sosial dan lebeling yang
diberikan oleh masyarakat dan bisa dirubah berdasarkan pada perkembangan zaman.
Dalam kehidupan
bermasyarakat,
kita biasa mengenal istilah Maskulinitas dan Femininitas. Dimana dalam keduanya
melekat berbagai macam konstruksi yang dianggap tidak pantas jika dilakukan
atau dimiliki oleh pihak lain. Misal
: Zaman dahulu jika kita bicara tentang tentara, yang terlintas dalam benak
kita adalah seorang laki-laki gagah perkasa yang mempunyai tanggung jawab
berat untuk menjaga kesatuan NKRI. Namun saat ini, sudah banyak kita temukan
tentara wanita yang tidak kalah dengan kaum laki-laki. Begitu juga sebaliknya,
pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan, kesabaran dan kreatifitas seperti
menjadi koki biasanya diidentikkan dengan perempuan. Tapi untuk saat ini, kita
sudah bisa menemukan banyak koki laki-laki macho dan keren yang pandai dalam
memasak. Jadi konstruksi sosial disini sebenarnya bisa dirubah seiring dengan
berjalannya waktu dan perkembangan zaman. Budaya yang biasanya dikaitkan dengan
pembahasan gender dan mengakibatkan ketidak adilan gender adalah dominasi petriarkhat, yaitu suatu sistem dari
praktik-praktik sosial dan poloitik dimana laki-laki menguasai, menindas,dan
mengeksplorasi perempuan. Pembeda laki-laki yang dihasilkan oleh paham
tersebutlah yang mengakibatkan kaum laki-laki sering dianggap mempunyai status
dan hak yang lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan dan bahwa kaum
perempuan terbatas atas hak dan statusnya tertentu dan berakhir dengan
deskriminasi terhadap kaum perempuan.
Dari
itu semua dapat kita simpulkan bagaimana pandangan secara umum mengenai
kesetaraan gender, perbedaan gender dalam pandangan umum menjadi salah satu fenomena
yang tidak dapat lagi dipungkiri oleh sebagian orang, pendiskriminasian dan
juga ketidak adilan dengan alasan perbedaan gender juga sering menjadi
perdebatan di masyarakat yang meluas ini. Banyak hasil nyata yang dapat kita
jumpai salah satunya dalam sebuah informasi
pemberitaan, dimana kekerasan terjadi dan dilakukan mayoritas oleh kaum
laki-laki kepada kaum perempuan, hal itu sebab label yang menunjukkan bahwa
wanita mempunyai sikap yang lemah lembut, baik secara kondisi fisik maupun
batin. Adanya pelabelan tersebut membuat kaum laki-laki merasa bahwa wanita itu
mempunyai fisik yang lemah. Jika dipandang dari segi fisik, perempuan memang
tidak bisa disamakan dengan lelaki dari kekuatannya secara fisik,
namun hal itu tidak lantas membuat kaum perempuan tidak memiliki hak yang sama
seperti laki-laki baik dalam karir maupun posisi penting yang ada di
masyarakat.
Perbedaan
gender tersebut diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa seorang perempuan dikenal sebagai
sosok yang lemah lembut, emosional, dan keibuan sehingga dalam konsep gender
tersbut dikatakan sebagai feminin. Sementara laki-laki yang di labeli dengan
fisik yang lebih kuat, rasional, jantan dan perkasa disebut dengan sosok yang maskulin.
Namun pada hakikatnya sifat dan ciri tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Dalam artian ada sebagian sifat perempuan yang ada dalam diri
laki-laki seperti laki-laki yang mempunyai sifat penyayang dan lemah lembut,
dan juga ada sifat laki-laki yang ada pada diri seorang perempuan, misalnya
seorang perempuan yang mempunyai fisik kuat, rasional dan perkasa. Maka dari
itu gender dapat saja berubah dari individu satu ke individu lain, dari waktu
ke waktu, dari tempat ke tempat, hingga dari kelas sosial yang satu ke kelas
sosial yang lainnya. Sementara jenis kelamin yang biologis akan tetap pada diri
seseorang dan tidak berubah. Namun perlu diingat bahwa gender tidak bersifat
biologis, melainkan dikonstruksikan secara sosial. Karena gender tidak dibawa
sejak lahir, melainkan dipelajari secara sosialisasi.
Jadi jika
peranan laki-laki dan perempuan ditijau dari segi jenis kelamin (biologis) dan
gender. Dari sudut gender, peranan keduanya adalah :
a. Bukan
dikodratkan oleh Tuhan (sehingga tidak dapat diubah), melainkan ditentukan oleh
masyarakat ( konstruksi sosial yang terjadi di dalam masyarakat)
b. Dapat
berubah dan ditukarkan berdasarkan pada budaya, tempat dan serta keadaan
tertentu seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi di masa itu.
c. Berbeda-beda
antara kelompok yang satu dengan yang lain sesuai dengan kebudayaan yang mereka
miliki, tempat tinggal dan keadaan masing-masing.
Dalam
berbagai pandang masyarakat atau kalangan tertentu dapat dijumpai nilai dan
aturan agama, adat, kebudayaan, dan kebiasaan yang dapat mendukung dan bahkan
melarang keikutsertaan anak perempuan dalam pendidikan formal, sebagai akibat
dari ketidak samaan kesempatan, sehingga dalam masyarakat dijumpai ketimpangan dalam angka
partisipasi dalam pendidikan formal. Karena sebagian masyarakat berpendapat
bahwa hal tersebut bukanlah kewajiban untuk seorang perempuan, yang menganggap
perempuan tidak bisa untuk bekerja keras, yang bisa dilakukan dan menjadi
kewajiban seorang perempuan adalah memasak dan melayani suami serta menjadi ibu
rumah tangga yang baik pada masa akhirnya, untuk itulah pendidikan bagi para
kaum perempuan untuk sebagian masyarakat akan dianggap tidak penting dan bahkan
hanya membuang-buang waktu. Bahkan dalam sejarah islam hal tersebut juga pernah terjadi pada masa
peperangan, dimana ketika lahir seorang bayi perempuan, maka saat itu juga akan
dikubur hidup-hidup bayi tersebut, karena bayi perempuan itu dianggap tidak
bisa untuk mengikuti perang pada saat dewasanya nanti. Mereka beranggapan jika
perempuan ikut serta dalam perang mereka tidak bisa membantu karena jiwa mereka
lemah dan mudah menangis. Dalam sebuah hadist juga telah disampaikan bahwa
“tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada
seorang perempuan” . (Hr. Bukhori). Namun jika diamati lagi untuk saat ini
banyak pemimpin wanita yang berhasil memimpin masyarakat, misalnya seorang wali
kota surabaya Tri rismaharani dimana kota surabaya telah mengalami banyak
perubahan semenjak dipimpin olehnya. Pahlawan bangsa cut nya dien juga pernah
menjadi pejuang perang untuk memerdekakan indonesia, hingga kartinilah yang
menjadi pembebasan wanita indonesia atas tindakan ketidak adilan yang diperoleh
menjadi emansipasi wanita. Seiring dengan berjalannya waktu, kesetaraan
gender secara sedikit-demi sedikit mulai bisa kita rasakan. Misalnya saja dalam
hal kepemimpinan, di kursi DPR telah diberlakukan keputusan bahwa 30% dari
jumlah kursi di DPR adalah hak dari kaum perempuan. Diberbagai daerah juga
telah muncul berbagai prestasi yang ditorehkan oleh para pemimpin wanita. Hal
ini telah cukup membuktikan bahwa gender adalah sebuah konstruksi sosial dan
labeling yang telah diberikan oleh masyarakat dan dapat berubah seiring dengan
berjalannya waktu.
Di dalam agama islam sendiri, Allah Swt tidak
pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dihadapan sang pencipta,
keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama sehingga tidak ada salah satu
dari keduanya yang lebih diistimewakan. Islam juga tidak pernah mengajarkan
untuk mendiskriminasi kaum perempuan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik
kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di
antara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang
yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu
budi”. ( HR. Abu Asakir ) Dalam hadis ini telah jelas bahwa kita tidak
diperkenankan untuk menghina kaum wanita apalagi melakukan hal-hal yang
merugikan bagi wanita seerti pelecehan seksual dan sebagainya. Memang ada ayat
yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, namun bukan
berarti kaum laki-laki bisa sewenang-wenang dan kaum perempuan tidak
memdapatkan kesempatan untuk memiliki hak yang sama seperti kaum laki-laki.
Seperti Firman Allah Swt “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan
(istri)” (QS. An-Nisa’: 34)
Pemimpin yang dimaksudkan dalam firman tersebut
adalah dalam sebuah keluarga laki-laki memiliki peran sebagai pemimpin yang
akan membimbing para istri untuk bersama menuju ridho dari Allah Swt. Sehingga
jangan sampai kita menyalah artikan bahwa kaum perempuan hanya boleh menjadi
ibu rumah tangga yang harus patuh paa suami. Zaman sekarang ini telah banyak
lahir perempuan-perempuan hebat yang tidak kalah dari laki-laki. Mereka bisa
melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Bahkan bisa dikatakan
bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh kaum perempuan hasilnya akan lebih baik
karena mereka memiliki sifat telaten yang biasanya kurang dimiliki oleh kaum
laki-laki. Jika kaum laki-laki biasanya hanya menggungakan logika, kaum
perempuan akan menggunakan logika dan perasaan dalam melakukan sesuatu. Oleh
karena itu, hasil yang didapatkan akan jauh lebih baik dibandingkan dengan kaum
laki-laki.
Dari semua pernyataan diatas, pada intinya
adalah manusi memiliki hak dan kewajiban yang sama dibumi. Prof. Dr. Nasarudin
Umar, mengemukakan ada beberapa ukuran yang dapat dijadikan pedoman dalam
melihat prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Al-Dur’an. Ukuran-ukuran
tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Laki-laki dan Perempuan sebagai Hamba Allah
Di dalam Al-Qur’an telah jelas diterangkan bahwa
laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi
Hamba Allah. Dimana dalamhal ini biasanya kita sebut dengan ketaqwaan. Dalam
bertaqa kepada Allah Swt, kita tidak pernah mengenal perbadaan seperti jenis
kelamin maupun yang lainnya. Semua sama dihadapan Allah. Dan yang membedakan
antara keduanya adalah tingkat ketaqwaan yang mereka miliki.
2.
Laki-laki dan Perempuan sebagai Kholifah di Bumi
Tujuan Allah Swt menciptakan manusia di bumi
selain untuk menyembah kepada Allah Swt, juga untuk menjaga dan melestarikan
bumi. Hal ini dikenal dengan istilah Khalifah. Kaum laki-laki dan Perempuan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama di bumi ini. Mereka sama-sama mempunyai
tugas untuk menjaga dan melestarikan bumi ini sebagai mana rasa tangung jawab
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah serta bentuk ketaqwaan terhadap Allah
Swt.
3.
Laki-laki dan Perempuan Memiliki Perjanjian
Promordial
Sejak dalam kandungan. Laki-laki dan Perempuan
telah menerima perjanjian dari Allah Swt. Laki-laki dan Perempuan mengatakan
ikrar ketuhana yang sama. Tidak ada perbedaan pengucapan ikrar ketuhanan antara
laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, islam tidak pernah mengenal kata
diskriminasi kepada salah satu kaum. Sejak didalam kandungan, mereka telah
mendapatkan tanggung jawab sebagai indivisu yang mandiri. Sejarah islam
mencatat Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga Allah Swt karena Hawa memakan
buah yang diharamkan oleh Allah Swt. Namun hal tersebut tidak lantas menjadikan
perempuan sebagai makhluk yang telah mendapatkan warisan dosa dari Hawa.
Seperti yang telah Allah Swt tegaskan dalam Al-Qur’an bahwa ALaah Swt akan
memuliakan seluruh anak cucu adam. )QS. Al-isra/17:70). Tentu saja kemuliaan
yang didapatkan tersebut bergantung pada tingkat keimanan dan ketaqwaan manusia
terhadap Allah Swt.
4.
Adam dan Hawa Terlibat secara Aktif dalam Drama
Kosmis
Dalam sejarah islam mencatat bahwa Adam dan Hawa
merupakan awal kisah terbentuknya kehidupan dibumi. Mereka dikeluarkan dari
surge dan mendapat hukuman untuk turun kebumi. Namun dalam hal ini tidak bisa
kita menyalahkan salah satunya. Adam dan Hawa disebutkan secara bersama-sama
sebagai pelaku dari drama kosmis tersebut. Dimana keduanya sama-sama hidup di
surge, keduanya sama-sama tergoda oleh bujukan syetan sehingga mendapatkan
hukuman keluar dari surga dan turun kebumi, dan keduanya sama-sama meminta
ampun kepada Allah Swt. Jadi, kita tidak dapat membenakan anggapan yang nenyatakan
bahwa kejadian ini adalah kesalahan dari Hawa yang notabene adalah seorang
perempuan. Dimana perempuan biasanya dianggap sebagi penggoda sehingga menjadi
penyebab turunnya mereka ke Bumi.
5.
Laki-laki dan Perempuan sama-sama Berpotensi
Meraih Prestasi
Dalam hal untuk meraih prestasi, islam tidak
pernah membedakan hak atas keduanya. Keduanya sama-sama memiliki kesempatan
yang sama untuk menuntut ilmu dan mewujudkan segala yang mereka cita-citakan.
Seperti sabda Nabi Muhammad SAW,”Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina”. Tidak
ada penekanan terhadap jenis kelamin tertentu dalam sabda Nabi Muhammad SAW
tersebut. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menuntut ilmu setinggi mungkin
dan mewujudkan cita-cita mereka. Keduanya juga memiliki kesempatan yang sama untuk
menorehkan prestasi baik dalam segi spiritual, maupun karier professional.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama sehingga tidak terjadi monopoli
oleh salah satu pihak saja. Namun dalam kenyataannya di kehidupan
bermasyarakat, kita sering kali menjumpai ketidak adilan dan diskriminasi
terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan biasanya dianggap memiliki kewajiban
untuk mengurus rumah tangga sehingga urusan untuk berkarir dan mancari nafkah
hanya boleh dikerjakan oleh laki-laki. Hal ini tentu saja sangat merugikan kaum
perempuan karena telah direnggut haknya untuk berpestasi.
Al-Quran sendiri tidak mentolerir segala bentuk
penindasan yang dilakukan baik itu penindasan terhadap jenis kelamin tertentu,
etnis maupun ras tertentu. Islam memberikan hak yang sama bagi semua umat
manusia. Untuk sebagian orang beranggapan bahwa seorang wanita tidak wajib
untuk bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Namun
banyak juga yang menentang adanya anggapan tersebut, mengingat banyak pekerjaan
yang lebih membutuhkan peranan seorang perempuan dibanding dengan laki-laki. Dari
padangan umum akan terlihat sangat biasa jika seorang wanita bekerja seperti
halnya seorang lelaki, jika kita amati secara seksama akan kita jumpai seorang
wanita yang bekerja sebagai kuli bangunan, sebagai pembajak sawah, ada pula
yang memimpin sebuah Negara. Dalam firman Allah dijelaskan “sesunggguhnya aku
tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki
maupun perempuan”. (QS. Ali Imran : 195). Dari ayat tersebut telah dijelaskan
bahwa kaum perempuan sejajar dengan kaum laki-laki dalam potensi
intelektualnya, mereka juga dapat berpikir, mempelajari kemudian mengamalkan
apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka pikirkan
dari alam raya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar